Selasa, 24 Juni 2014

PEMIKIRAN POLITIK Ir. SUKARNO



Ir. SUKARNO

Ada beberapa segi khas yang dapat ditandai dari pemikiran Soekarno. Pertama, adalah cita-citanya tentang persatuan nasional. Sukarno menempatkan kepentingan bersama sebagai hal yang paling pokok diantara berbagai aliran pendirian dalam pemikiran kaum nasionalis. Kedua, desakannya untuk menjalankan sikap nonkooperasi bukan hanya sebagai taktik, tetapi sebagai hal yang prinsip. Ia menekankan tentang sia-sianya sikap lunak yang moderat, tentang ketidakmungkinan suatu kompromi dengan imperialisme yang menjadi musuh itu, dan menjelaskan tentang dua kubu yang saling berlawanan antara “sini” dan “sana”, antara “pihak kita” dan “pihak mereka”. Ketiga adalah mengenai konsep Marhaenismenya. Gagasan tentang “rakyat kecil”, si Marhaen mungkin tidak merupakan suatu sumbangan besar yang khas dalam dunia pemikiran politik, tetapi sesungguhnya konsep itu telah menampilkan suatu penilaian yang jujur tentang sifat masyarakat Indonesia.
Pada tahun 1930-an Soekarno mulai merumuskan konsepnya yang baru yang diberinya nama Marhaenisme. Konsep Marhaenisme ini banyak dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx. Teori perjuangan Marx, yang kemudian dikenal dengan Marxisme banyak berpengaruh dalam benak Soekarno dan menginspirasi Soekarno dalam pemikiran dan tingkah laku politiknya. Bahkan Soekarno kemudian secara jujur mengakui bahwa Marhaenisme yang ia ciptakan adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia, artinya Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi dan masyarakat Indonesia.Dalam perkembangannya Marhaenisme kemudian menjadi dasar perjuangan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partindo yang didirikan Soekarno. Asas Mahaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
Sosio-nasionalisme adalah faham yang mengandung faham kebangsaan yang sehat dan berdasarkan perikemanusiaan, persamaan nasib, gotong royong, hidup kemasyarakatan yang sehat, kerjasama untuk mencapai sama bahagia, tidak untuk menggencet dan menghisap. Jadi dalam faham kebangsaan itu harus ada semangat kerjasama dan gotong royong antar bangsa Indonesia dan antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sosio-demokrasi adalah faham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Gagasan ini merupakan reaksi terhadap demokrasi yang muncul di barat pada waktu Soekarno mencetuskan ide ini. Demokrasi di Barat yang dipahami Soekarno adalah Demokrasi yang lebih bersifat liberalistis yang hanya menjamin kebebasan warganya dalam bidang politik saja dan tidak berlaku di bidang ekonomi.
 Oleh karena itu supaya tidak terjadi penindasan dan ada kebebasan di bidang ekonomi maka sistem kapitalisme didalam masyarakat itu harus dihapus, karena selama sistem itu masih ada tidak mungkin terjadi kebebasan ekonomi. Rakyat yang mengatur negaranya, perekonomiannya dan kemajuannya supaya segala sesuatunya bisa bersifat adil, tidak membeda-bedakan orang yang satu dengan orang yang lainnya. Rakyat menginginkan berlakunya demokrasi social yaitu terlaksananya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Ia mempunyai prinsip utama yaitu, perikemanusiaan, nasionalisme yang berperikemanusiaan, dan demokrasinyapun harus breperikemanusiaan pula seperti yang dikatakan Gandhi.
Pikiran-pikiran dasar tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme seperti yang dimaksudkan dalam sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi tersebut, kemudian dinamakan sebagai suatu isme atau ideologi yang menggunakan kata Marhaen sebagai simbol kekuatan rakyat yang berjuang melawan segala sistem yang menindas dan memelaratkan rakyat. Marhaenisme adalah teori politik dan teori perjuangannya rakyat Marhaen, teori untuk mempersatukan semua kekuatan revolusioner untuk membangun kekuasaan, dan teori untuk menggunakan kekuasaan melawan dan menghancurkan sistem yang menyengsarakan rakyat Marhaen. Marhaenisme yang merupakan teori politik dan teori perjuangan bagi rakyat Indonesia memperoleh bentuk formalnya sebagai filsafat dan dasar negara Republik Indonesia yaitu sebagai Pancasila.
Dalam merumuskan Pancasila, Soekarno berusaha menyatukan semua pemikiran dari berbagai tokoh dan golongan serta membuang jauh-jauh kepentingan perorangan, etnik maupun kelompok. Soekarno menyadari sepenuhnya bahwa kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan untuk semua golongan. Menyadari akan kebhinekaan bangsa Indonesia tersebut, Soekarno mengemukakan konsep dasar Pancasila yang didalamnya terkandung semangat “semua buat semua”. Pancasila tidak hanya digunakan sebagai ideologi pemersatu dan sebagai perekat kehidupan dan kepentingan bangsa, tetapi juga sebagai dasar dan filsafat serta pandangan hidup bangsa. Sesuai dengan Tuntutan Budi Nurani Manusia, Pancasila mengandung nilai-nilai ke-Tuhanan, Kemanusiaan (humanisme), Kebangsaan (persatuan), demokrasi dan keadilan. Ini merupakan dasar untuk membangun masyarakat baru Indonesia, yaitu masyarakat sosialis Indonesia.
Prinsip pertama yang menjadi perhatian Soekarno adalah Kebangsaan. Mengenai sila Kebangsaan ini, Soekarno terilhami oleh tulisan Dr. Sun Yat Sen yang berjudul “San Min Chu I” atau “The Three People’s Prinsiples”.  Kebangsaan Soekarno semakin matang dengan pengaruh dari Mahatma Gandhi yang menyatakan bahwa “My nationalism is humanity”. Kebangsaan yang diyakini Soekarno adalah Kebangsaan yang berperikemanusiaan, kebangsaan yang tidak meremehkan bangsa lain, kebangsaan yang bukan chauvinisme. Faham bangsa yang dimaksud adalah tidak dibangun atas dasar faham ras, suku bangsa kebudayaan ataupun Agama tertentu.
Nation yang dimaksud juga tidak hanya mendasarkan kepada paham satu kelompok manusia yang bersatu menjadi bangsa karena kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) menurut Ernest Renan, maupun berdasarkan paham persatuan watak yang timbul karena persamaan nasib (“Eine Nation ist aus schik salsgemeinschaft erwachsende Charaktergemeinschaft”) menurut Otto Bauer, yang kedua-duanya menurut Soepomo dan Muh. Yamin sudah “verouderd” atau sudah tua, melainkan harus disatukan dengan prinsip Geopolitik. Jadi Kebangsaan Indonesia adalah seluruh manusia Indonesia yang ditakdirkan oleh Allah SWT mendiami seluruh kepulauan Indonesia antara dua benua dan dua samudera, yang menurut geopolitik tinggal di pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Irian. Paham Kebangsaan ini berlawanan dengan faham kosmopolitanisme yang menyatakan tidak ada kebangsaan.
Prinsip kedua yang diuraikan Soekarno adalah Internasionalisme. Internasionalisme yang dimaksud disini bukanlah kosmopolitanisme yang tidak menginginkan adanya kebangsaan. Internasionalisme sangat berhubungan dengan prinsip Kebangsaan yang diuraikan Soekarno pada sila pertama. Tujuan Soekarno dengan melontarkan prinsip ini adalah bukan hanya sekedar membangun nasionalisme dalam negeri yang dimerdekakan, melainkan lebih dari itu yaitu untuk membangun kekeluargaan bangsa-bangsa.Dalam era sekarang lebih tepat dikatakan sebagai usaha membangun kerjasama antar bangsa-bangsa dan membangun perdamaian dunia.
Kemudian pada prinsip yang ketiga Soekarno menguraikan dasar Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Dalam penjelasannya, Soekarno mengatakan bahwa negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, melainkan negara ”satu buat semua, semua buat satu”.  Soekarno yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan. Dengan cara mufakat, membicarakan semua permasalahan termasuk agama didalam Badan Perwakilan Rakyat.
Selanjutnya Soekarno menguraikan prinsip yang keempat yaitu Kesejahteraan. Dengan prinsip ”tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka”. Soekarno menjelaskan bahwa Badan Perwakilan belum cukup untuk menjamin kesejahteraan rakyat, karena yang terjadi di Eropa dengan Parlementaire democratie-nya, kaum kapitalis merajalela. Sehingga Soekarno mengusulkan politik economische demokratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.
Prinsip kelima yang diuraikan Soekarno adalah ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Prinsip sila keTuhanan YME tersebut dimaksudkan oleh Soekarno supaya bukan saja bangsa Indonesia berTuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia berTuhan Tuhannya sendiri. Negara memberi kebebasan kepada setiap orang untuk menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa sesuai dengan agama dan keyakinannya. Soekarno telah berpikir kedepan bahwa negara harus memberi kebebasan kepada setiap warganya untuk memeluk agama dan keyakinannya, sebagaimana tuntutan hak-hak asasi manusia.
Meskipun Soekarno menawarkan lima prinsip dasar yang diberinya nama Pancasila, tapi saat itu Soekarno juga menawarkan alternatif dari lima sila ini. Sifat perdamaian dan kebersamaan hasil penggaliannya diungkapkan dalam kesimpulan akhir bahwa kelima prinsip dasar Pancasila tersebut dapat diperas menjadi tiga dan tiga ini dapat diperas menjadi satu prinsip kehidupan rakyat Indonesia, Gotong Royong. Soekarno memeras lima sila tersebut menjadi tiga sila saja yang meliputi:
Socio-Nationalisme (Kebangsaan dan Perikemanusiaan)
Socio-Demokrasi (Demokrasi dan Kesejahteraan)
Ke-Tuhanan
Dari sini tampak jelas terlihat bahwa Soekarno menghidupkan kembali pemikirannya pada akhir tahun 1920-an dimana rumusan pemikiran Soekarno dipakai sebagai asas dalam partai politik yang didirikannya. Menurut Soekarno sendiri, pada 1920-an perkembangan pemikirannya telah mencapai fase yang mantap, yang tidak lagi berubah-ubah. Pada tahun itulah diletakkan dasar-dasar pemikiran politik Soekarno secara mantap, yakni sintesa atas tiga aliran seperti yang telah dijelaskan diatas.
Pancasila merupakan puncak dari perkembangan pemikiran Soekarno yang selalu mencoba untuk mengawinkan semua ide yang ada dan tumbuh didalam masyarakat menjadi suatu ide baru yang lebih tinggi tempatnya dan dapat diterima oleh semua elemen penting yang ada. Pancasila oleh Soekarno diyakini sebagai pengangkatan yang lebih tinggi atau hogere optrekking daripada Declaration of Independence dan Manifesto Komunis karena didalam Declaration of Independence tidak ada keadilan social atau sosialisme sedangkan didalam Manifesto Komunis tidak mengandung Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Pancasila mengandung keduanya sehingga Soekarno menganggap bahwa Pancasila mempunyai nilai yang lebih tinggi dari Declaration of Independence maupun Manifesto Komunis.
Pancasila Soekarno versi pra kemerdekaan tersebut berkembang “definisinya” ketika Soekarno memegang kekuasaan pada masa Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 17 Agustus 1959 Soekarno berpidato dengan judul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (The Rediscovery of Our Revolution). Isi pidato tersebut kemudian dianggap sebagai Manifesto Politik atau dikenal sebagai Manipol yang kemudian berkembang menjadi Manipol USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme ala Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Nasional). Menurut Soekarno, Manipol USDEK ini merupakan intisari dari Pancasila yang berisi arah dan tujuan revolusi Indonesia.
Tidak hanya itu, dalam rangka menyatukan seluruh kekuatan nasional yang ada pada waktu itu, pada awal tahun 1960 Soekarno memperkenalkan pemikiran baru untuk melengkapi doktrin revolusinya. Doktrin tersebut bernama NASAKOM yang merupakan akronim dari Nasionalis, Agama, Komunis. Nasakom adalah lambang persatuan atas pencerminan golongan-golongan dalam masyarakat Indonesia yang meliputi golongan nasionalis, agama, dan komunis.
Menurut John D. Legge, sebenarnya ia menghidupkan kembali pemikirannya pada tahun 1926 bahwa kepentingan kaum nasionalis, islam, dan marxis dapat sama dan cocok satu sama lain. Dari sini sebenarnya dapat diketahui bahwa Soekarno tetap konsisten akan tujuannya, yaitu persatuan nasional. Di masa mudanya, pada tahun-tahun 1920-an sampai 1940-an cita-cita persatuan nasional itu ditujukan untuk menggalang kekuatan dalam mengusir kolonialisme di Indonesia dan  di masa tuanya pada tahun 1950-an konsep persatuan dari golongan-golongan utama di Indonesia ditujukan untuk melawan imperialisme, suatu bentuk dari kolonialisme modern. Konsepsi-konsepsi seperti Pancasila, Nasakom, Manifesto Politik/ USDEK, dikembangkan Soekarno untuk mendukung cita-cita persatuan nasional yang diperjuangkannya sejak dahulu.
Bernhard Dahm, seorang penulis biografi Soekarno pun mendapat kesan yang sama, bahwa pada pekan-pekan terakhir menjelang turunnya dari dunia politik Indonesia, Soekarno tetap konsisten dengan apa yang diperjuangkannya pada era 1920-an. Dia tetap mengharapkan bahwa di tengah pluralitas yang ada, bangsa Indonesia mampu membina persatuan, dan ia tetap teguh dalam perlawanannya terhadap musuh lamanya, yakni “kolonialisme” dan “imperialisme”. Oleh karena itu pesan pokok Soekarno tetap sama, yaitu disatu pihak melawan imperialisme sampai keakar-akarnya, dan di lain pihak, membangun suatu tatanan baru dengan jalan menyatukan berbagai ideologi yang berbeda kedalam suatu kesatuan yang harmonis.
Menurut Soekarno, Pancasila selain menjadi Dasar Falsafah Negara juga mempunyai fungsi sebagai alat pemersatu dan sekaligus sebagai landasan perjuangan bangsa. PKI hanya menerima Pancasila sebagai kenyataan obyektif yang harus dipakai sebagai landasan dan alat memperkuat diri, selama PKI belum merasa kuat untuk memaksakan ideologi dan konsepsi politiknya. Dalam pengamalan Dasar Falsafah Negara Pancasila untuk mencapai cita-cita revolusi Indonesia ialah masyarakat adil makmur, Soekarno menggunakan konsepsi Nasakom secara mental ideologi yang diharapkan dapat mempersatukan rakyat Indonesia yang terdiri dari berbagai aliran dan paham politik termasuk PKI, tetapi bagi PKI, konsep Nasakom diterima sebagai pengertian fisik yang akan dimanfaatkan sebagai legalitas dalam usaha menuju tujuan revolusi menurut konsepsinya.